Oleh: Veronica Adev Jacia (Mahasiswa Psikologi Unimma Angkatan 2024)
Judul Buku: Landasan Psikologis Pendidikan Islam
Penulis: Syihabuddin
Penerbit: Universitas Pendidikan Indonesia
Kota Terbit: Bandung
Edisi: Cetakan pertama, 2013
Jumlah Halaman: 203 halaman
Ukuran Buku: 14 cm x 21 cm
Buku Landasan Psikologis Pendidikan Islam karya Syihabuddin ini hadir sebagai upaya mendalami fondasi psikologis yang mendasari pendidikan dalam Islam. Buku ini menggali berbagai dimensi psikologi manusia dalam konteks pendidikan Islam, serta menghubungkannya dengan prinsip-prinsip dasar ajaran Islam. Melalui tujuh bab yang sistematis dan komprehensif, penulis berusaha memberikan pemahaman yang lebih dalam mengenai bagaimana keimanan dan fitrah manusia menjadi landasan yang kokoh dalam membentuk sistem pendidikan yang efektif dan berkarakter.
Bab pertama dalam buku ini mengawali pembahasan dengan menjelaskan urgensi pemahaman landasan psikologis dalam pendidikan Islam. Penulis menekankan bahwa pendidikan dalam Islam tidak hanya bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan kognitif, tetapi juga untuk membentuk karakter dan keimanan peserta didik. Keimanan kepada Tuhan menjadi fondasi yang mendasari segala bentuk pendidikan dalam Islam, karena pendidikan tidak hanya dilihat sebagai proses transfer ilmu semata, tetapi juga sebagai sarana untuk mencapai kesempurnaan hidup, baik di dunia maupun akhirat.
Pentingnya landasan psikologis ini adalah agar pendidik dapat memahami dan menyadari berbagai aspek dalam perkembangan individu, baik fisik, mental, maupun spiritual. Dengan memahami psikologi manusia, pendidikan Islam diharapkan dapat menyentuh berbagai dimensi kehidupan manusia, yang pada akhirnya membentuk individu yang tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki akhlak mulia dan keimanan yang teguh.
Bab kedua mengajak pembaca untuk melihat perbandingan antara masyarakat jahiliah dan masyarakat yang beriman setelah kedatangan Islam. Penulis menggambarkan bagaimana masyarakat jahiliah hidup dalam ketidaktahuan mengenai konsep ketuhanan, moralitas, dan etika kehidupan. Masyarakat jahiliah dipenuhi dengan kebodohan, keserakahan, dan tindakan yang bertentangan dengan fitrah manusia. Dalam konteks ini, pendidikan dalam Islam hadir sebagai sarana yang mampu mengubah kejahilan tersebut menuju masyarakat yang berlandaskan pada keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.
Penulis menggambarkan peran penting Rasulullah SAW sebagai pendidik utama yang mampu membawa perubahan besar dalam masyarakat Arab pada waktu itu. Dengan pendidikan yang berbasis pada wahyu, Rasulullah mengajarkan umat untuk kembali kepada fitrah mereka, mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa, dan mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Transformasi ini, menurut penulis, merupakan contoh yang jelas betapa pentingnya pendidikan yang mengutamakan pembinaan akhlak dan keimanan.
Bab ini mengulas prinsip-prinsip yang harus diterapkan dalam pendidikan Islam. Penulis menjelaskan bahwa pendidikan Islam tidak hanya bertujuan untuk mengembangkan intelektualitas peserta didik, tetapi juga untuk membentuk karakter yang baik. Dalam pendidikan Islam, prinsip-prinsip yang terkandung dalam Alquran dan Sunnah menjadi dasar bagi setiap aspek pendidikan, mulai dari tujuan hingga metode yang digunakan.
Salah satu prinsip utama yang ditekankan penulis adalah bahwa pendidikan Islam harus mengedepankan nilai-nilai keimanan, etika, dan karakter. Pendidikan yang baik adalah yang mengarahkan peserta didik untuk tidak hanya menjadi pribadi yang pintar, tetapi juga individu yang dapat memberikan manfaat bagi umat manusia. Oleh karena itu, dalam sistem pendidikan Islam, setiap kegiatan pembelajaran harus mengarah pada pembentukan akhlak yang baik, kepedulian terhadap sesama, serta rasa tanggung jawab terhadap agama, masyarakat, dan negara.
Bab IV mengungkapkan konsep tentang manusia menurut Islam, yang berbeda dari pandangan-pandangan lainnya. Dalam pandangan Islam, manusia dianggap sebagai makhluk yang memiliki potensi luar biasa, baik secara fisik, mental, maupun spiritual. Manusia diciptakan oleh Allah dengan berbagai kelebihan yang harus dikembangkan melalui pendidikan. Penulis mengajak pembaca untuk memahami bahwa setiap individu memiliki fitrah yang harus diarahkan dengan baik agar menjadi pribadi yang utuh, yaitu yang cerdas secara intelektual, kuat dalam iman, dan luhur dalam akhlaknya.
Penulis juga membahas tentang pentingnya memahami struktur psikologis manusia, yang melibatkan berbagai aspek seperti akal, perasaan, dan kehendak. Ketiga unsur ini harus seimbang dalam setiap proses pendidikan agar dapat menghasilkan individu yang tidak hanya cerdas, tetapi juga bijaksana dalam bertindak dan berperasaan.
Bab kelima membahas daya manusia dalam berpikir dan berperilaku. Penulis merujuk pada pemikiran para ahli psikologi Islam, seperti Al-Gazali dan Al-Qabasi, untuk menjelaskan bagaimana mekanisme berpikir dan berperilaku manusia menurut perspektif Islam. Pendidikan dalam Islam tidak hanya bertujuan untuk mentransfer pengetahuan, tetapi juga untuk mengembangkan daya pikir dan kemampuan berperilaku yang baik.
Penulis mengaitkan proses berpikir dengan peran hati nurani, yang menurut Al-Gazali, harus menjadi penuntun bagi akal dalam mengambil keputusan. Berpikir yang baik, menurut penulis, adalah berpikir yang dilandasi dengan akhlak yang luhur dan rasa tanggung jawab terhadap Tuhan. Oleh karena itu, pendidikan dalam Islam harus mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, tetapi tetap berada dalam koridor etika dan moral yang ditentukan oleh ajaran Islam.
Bab ke enam membahas hirarki dalam pendidikan Islam, yang dimulai dengan Allah sebagai pendidik utama, Nabi Muhammad SAW sebagai teladan, dan guru sebagai pelaksana pendidikan. Penulis menekankan bahwa pendidikan yang sesungguhnya berasal dari Tuhan, dan segala pengetahuan di dunia ini merupakan bagian dari wahyu-Nya. Guru, sebagai pendidik manusia, memiliki peran penting dalam mengarahkan peserta didik agar tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga mampu meneladani akhlak dan perilaku Rasulullah SAW.
Pendidikan dalam Islam, menurut penulis, merupakan upaya untuk mengarahkan manusia agar mencapai tujuan hidup yang hakiki, yaitu mendekatkan diri kepada Tuhan, menjadi pribadi yang bermanfaat bagi umat, dan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, pendidik harus memiliki kesadaran tinggi tentang peran penting mereka dalam membentuk generasi yang berkualitas.
Pada bab terakhir, penulis mengemukakan model pembelajaran M-3, yang terdiri dari tiga komponen utama: Munazharah (diskusi), Mudzakarah (berbagi ilmu), dan Muhasabah (evaluasi diri). Model ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang interaktif dan reflektif, di mana peserta didik tidak hanya mendengarkan materi, tetapi juga aktif dalam bertanya, berdiskusi, dan melakukan evaluasi terhadap diri mereka sendiri.
Penulis menjelaskan bahwa model ini dapat membantu meningkatkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan inovatif peserta didik. Melalui diskusi dan berbagi ilmu (Mudzakarah), peserta didik dapat memperluas wawasan dan memperdalam pemahaman mereka tentang suatu topik. Sementara itu, Muhasabah mendorong peserta didik untuk selalu mengevaluasi diri, mengenali kekuatan dan kelemahan, serta terus berusaha memperbaiki diri. Buku ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana pendidikan Islam yang berbasis pada psikologi dapat membentuk individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki keimanan yang kuat dan akhlak yang mulia. Syihabuddin berhasil menyusun buku ini dengan jelas dan sistematis, memberikan wawasan yang sangat berharga bagi pendidik, akademisi, dan siapa saja yang tertarik memahami konsep pendidikan Islam yang lebih holistik.